Konsekuensi Kalimat Tauhid Laa Ilaaha Illallah


Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Tak diragukan lagi bahwa kalimat laa ilaaha illallah merupakan pondasi agama Islam. Kalimat ini pula, bersama dengan kalimat syadahat muhammadur rasulullah, merupakan rukun yang pertama dari kelima rukun Islam. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam sebuah hadits yang shahih bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بني الإسلام على خمسشهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله، وإقام الصلاة، وإيتاء الزكاة، وصوم رمضان، وحج البيت
Islam dibangun di atas lima perkara: (1) Syahadat bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan benar selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah; (2) Menegakkan shalat; (3) Menunaikan zakat; (4) Puasa di bulan Ramadhan; dan (5) Berhaji ke Baitullah.” (HR. Al-Bukhari no.8 dan Muslim no. 16).
Dalam kitab Shahihain, disebutkan sebuah riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu’adz radhiyallahu ‘anhu berdakwah ke Yaman, beliau mewasiatkan,
إنك تأتي قوما من أهل الكتاب فادعهم إلى أن يشهدوا أن لا إله إلا الله وأني رسول الله، فإن أطاعوك لذلك فأعلمهم أن الله افترض عليهم خمس صلوات في اليوم والليلة، فإن أطاعوك لذلك فأعلمهم أن الله افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد في فقرائهم
Sesungguhnya engkau akan menghadapi kaum Ahli Kitab maka ajaklah mereka untuk bersyahadat bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa diriku adalah utusan Allah. Jika mereka mematuhimu dalam hal tersebut, beritahu mereka kemudian bahwa Allah telah mewajibkan mereka untuk shalat lima kali sehari semalam. Jika mereka pun patuh untuk itu, ajari pula mereka bahwa Allah mewajibkan mereka menunaikan zakat yang ditarik dari orang-orang kaya mereka lalu diserahkan pada para fakir miskin dari kalangan mereka.” (HR. Al-Bukhari no. 1395 dan Muslim no. 19)
Hadits-hadits dalam masalah ini pun banyak sekali.
Makna syahadat laa ilaaha illallaah adalah tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah. Kalimat ini menihilkan hak peribadahan yang sejati dari selain Allah dan menetapkannya hanya untuk Allah semata sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Hajj:
ذَٰلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
Demikianlah (kebesaran Allah) karena Allah, Dialah (Tuhan) Yang Hak. Dan apa saja yang mereka seru selain Dia, itulah yang batil, dan sungguh Allah Dialah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar.” (QS. Al-Hajj: 62)
Dan firman Allah dalam surat Al-Mu’minun:
وَمَن يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِندَ رَبِّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ
Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain selain Allah, padahal tidak ada suatu bukti pun baginya tentang itu, maka perhitungannya hanya pada Tuhannya. Sungguh orang-orang kafir itu tidak akan beruntung.” (QS. Al-Mu’minun: 117)
Firman pula Allah dalam surat Al-Baqarah:
وَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ لَّا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَٰنُ الرَّحِيمُ
Dan Tuhanmu ialah Tuhan Yang Mahaesa, tiada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Allah juga berfirman dalam surat Al-Bayyinah:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas memurnikan ketaatan kepadaNya semata dalam menjalankan agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Ayat-ayat lain yang semakna sangat banyak terdapat dalam Al-Qur’an.
Kalimat yang agung ini tidak akan bermanfaat bagi si pengucapnya dan tidak akan mengeluarkan si pengucapnya dari wilayah kesyirikan jika ia tidak memahami maknanya, tidak mengamalkannya, dan tidak membenarkannya. Orang-orang munafik pun mengucapkannya, namun mereka kelak tetap akan menjadi penghuni neraka yang paling bawah karena tidak mengimaninya dan tidak mengamalkannya. Demikian pula orang-orang Yahudi, mereka mengucapkan kalimat ini namun mereka tetaplah sekafir-kafirnya manusia sebab tiada mereka beriman pada kalimat ini. Begitu pula para penyembah kuburan dan penyembah orang-orang shalih, yang mereka ini merupakan orang-orang kafir, mereka mengucapkan kalimat ini namun perkataan, perbuatan, dan akidah mereka menyelisihi kalimat ini. Maka kalimat ini tidak bermanfaat sedikit pun bagi mereka dan tidaklah mereka teranggap sebagai kaum muslimin dengan semata telah mengucapkannya karena mereka sendiri membatalkan kalimat tauhid ini dengan perkataan, perbuatan, dan akidah mereka.
Sebagian ulama menghimpun syarat-syarat kalimat tauhid ini dalam dua bait syair:
علم يقين وإخلاص وصدقك مع محبة وانقياد والقبول لها
وزيد ثامنها الكفران منك بما سوى الإله من الأشياء قد أُلها
Ilmu, yakin, ikhlas, dan jujurmu bersama cinta, patuh, dan penerimaanmu padanya
Tambah yang ke delapan, ingkarmu pada semua yang disembah selain Dia”
Dua bait ini mengumpulkan semua syarat kalimat tauhid:
  1. Ilmu sebagai lawan dari tidak tahu. Di atas telah disebutkan bahwa makna kalimat ini ialah tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah, maka semua hal yang disembah manusia selain Allah adalah sesembahan yang batil.
  2. Yakin sebagai lawan dari ragu-ragu. Haruslah dari sisi si pengucap muncul rasa yakin bahwa Allah subhanahu wa ta’ala adalah sebenar-benarnya Dzat yang berhak disembah.
  3. Ikhlas, yaitu dengan seorang hamba memurnikan semua ibadahnya hanya kepada Tuhannya, Allah subhanahu wa ta’ala. Jika satu ibadah saja ia tujukan kepada selain Allah, baik kepada nabi, wali, raja, berhala, maupun jin dan selainnya maka ia telah menyekutukan Allah subhanahu wa ta’ala dan membatalkan syarat ikhlas ini.
  4. Jujur. Maknanya ialah orang yang mengucapkan kalimat syahadat haruslah mengucapkannya tulus dari dalam hatinya, hatinya sesuai dengan lisannya dan lisannya sesuai dengan hatinya. Jika ia mengucapkan dengan lisan saja sedangkan hatinya tidak mengimani maknanya maka kalimat ini tidak bermanfaat baginya dan dengan demikian ia tetap berstatus kafir seperti seluruh orang munafik.
  5. Cinta. Maknanya ia harus mencintai Allah ‘azza wa jalla. Jika ia mengucapkan kalimat ini namun tidak mencintai Allah, ia tetap menjadi kafir, tidak masuk ke dalam Islam sebagaimana orang-orang munafik. Dalilnya ialah firman Allah:
    قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ
    Katakanlah (Muhammad), ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu.’” (QS. Ali Imran: 31).
    Dan firmanNya:
    وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ ۗ
    Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan yang mereka cintai seperti mereka mencintai Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165).Ayat-ayat yang lain yang semakna amat banyak dalam Al-Qur’an
  6. Patuh pada konsekuensi yang dikandung oleh makna kalimat tauhid, yaitu dengan hanya menyembah Allah semata, mematuhi syariatNya, mengimani dan meyakini bahwa syariatNya adalah benar. Jika dia mengucapkan kalimat tauhid namun enggan menyembah Allah semata, tidak mematuhi syariatNya bahkan menyombongkan diri, maka ia tidaklah teranggap sebagai muslim. Ia seperti Iblis dan yang semisal dengannya.
  1. Menerima kandungan makna kalimat tauhid, yaitu dengan menerima bahwa ia harus mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah dan meninggalkan segala bentuk peribadahan kepada selain Dia, dia berkomitmen dan ridha dengan hal demikian.
  2. Kufur terhadap semua yang disembah selain Allah. Maknanya, ia harus melepaskan dirinya dari semua bentuk peribadahan kepada selain Allah dan meyakini bahwa peribadahan tersebut batil. Hal ini sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:
Dan di dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من قال لا إله إلا الله وكفر بما يعبد من دون الله حرم ماله ودمه وحسابه على الله
Barangsiapa mengucapkan laa ilaaha illallah dan mengingkari semua yang disembah selain Allah, haramlah harta dan darahnya dan hisabnya tergantung kepada Allah.” (HR. Muslim no. 23)
Dalam riwayat lain, beliau bersabda:
من وحد الله وكفر بما يعبد من دون الله حرم ماله ودمه
Barangsiapa mentauhidkan Allah dan mengingkari semua yang disembah selain Allah maka haramlah harta dan darahnya.” (HR. Muslim no. 23)
Maka wajiblah atas setiap muslim untuk mewujudkan kalimat tauhid dengan memperhatikan syarat-syaratnya. Siapa saja yang merealisasikan makna kalimat tauhid dan istiqamah di atasnya maka ia adalah seorang muslim yang haram darah dan hartanya. Sekalipun ia tidak mengetahui rincian dari masing-masing syarat. Yang menjadi tujuan pokok ialah seorang mukmin memahami maknanya dengan benar dan mengamalkannya walaupun ia tidak mengetahui rincian masing-masing syarat kalimat tauhid.
Yang dimaksud dengan thaghut ialah segala sesuatu yang disembah selain Allah, sebagaimana firmanNya:
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas perbedaan antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barangsiapa ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 256)
Dan Allah juga berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ ۖ
Dan sungguh Kami telah mengutus seorang rasul untuk tiap-tiao umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. An-Nahl: 36)
Barangsiapa yang disembah oleh orang lain namun ia tidak ridha maka dia tidaklah termasuk thaghut, misalnya para nabi, orang-orang shaleh, dan para malaikat. Sejatinya thaghut itu ialah setan yang menyeru manusia untuk menyembah dirinya dan dia jadikan peribadahan pada dirinya itu suatu hal yang indah di mata manusia. Kita memohon pada Allah perlindungan untuk diri kita dan seluruh kaum muslimin dari segala bentuk kejelekan.
Kemudian terdapat perbedaan antara perbuatan yang membatalkan kalimat tauhid laa ilaaha illallah dengan perbuatan yang hanya membatalkan bagian penyempurna iman yang wajib, yaitu bahwa setiap amalan, perkataan, atau keyakinan yang menjerumuskan pelakunya pada syirik akbar itulah yang membatalkan iman secara keseluruhan. Misalnya, berdoa meminta sesuatu kepada orang yang sudah meninggal, malaikat, berhala, pepohonan, bebatuan, bintang-bintang, atau kepada yang lain semisal itu, atau menyembelih dan bernadzar untuk mereka, sujud kepada mereka, dan lain-lain. Maka ini semua membatalkan tauhid secara keseluruhan serta berlawanan dengan kalimat tauhid laa ilaaha illallah bahkan menihilkannya.
Contoh yang lain lagi ialah menghalalkan perkara-perkara yang telah Allah haramkan dan diketahui keharamannya secara dharuri dan ijma’, semisal zina, meminum khamr, mendurhakai orang tua, riba, dan lain-lain. Contoh lain ialah menyangsikan perkataan atau perbuatan yang Allah wajibkan yang diketahui secara dharuri atau lewat ijma’ merupakan bagian dari agama, missal shalat wajib yag lima, zakat, puasa Ramadhan, berbakti pada orang tua, mengucapkan dua kalimat syahadat, dan lain-lain.
Adapun perkataan, perbuatan, dan keyakinan-keyakinan yang melemahkan tauhid dan iman dan membatalkan aspek penyempurna wajibnya saja ada banyak sekali, misalnya syirik ashghar semisal riya’ dan bersumpah dengan nama selain Allah, juga perkataan “sesuai kehendak Allah dan kehendak fulan”, atau ungkapan “ini dari Allah dan dari si fulan”, dan lain-lain. Demikian pula semua maksiat itu melemahkan tauhid dan iman serta menihilkan aspek penyempurna iman yang wajib. Oleh karena itu, wajib mewaspadai semua yang membatalkan tauhid dan iman atau yang mengurangi pahalanya. Dan iman menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah mencakup ucapan dan perbuatan, bertambah dengan melaksanakan amal ketaatan dan berkurang karena mengerjakan maksiat. Dalilnya banyak sekali dan telah dijelaskan oleh para ulama di kitab-kitab akidah, tafisr, dan hadits. Barangsiapa yag menginginkan dalilnya maka ia akan mendapatkannya, alhamdulillah. Di antaranya ialah firman Allah:
وَإِذَا مَا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَانًا فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ
Dan apabila diturunkan suatu surah, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, ‘Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan turunnya surah ini?’ Adapun orang-orang beriman, maka surah ini menambah imannya dan mereka merasa gembira. ” (QS. At-Taubah: 124)
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila nama Allah disebut, gemtarlah hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya kepada mereka, bertambahlah imannya dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS. Al-Anfal: 2)
وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى
Dan Allah akan menambah petunjuk kepada merek yang telah mendapat petunjuk” (QS. Maryam: 76)
Dan lagi, ayat-ayat yang semakna dengan ini ada banyak sekali di dalam Al-Qur’an Al-Karim.


Sumber: https://muslim.or.id/29558-konsekuensi-kalimat-tauhid-laa-ilaaha-illallah.html

Comments

Popular posts from this blog

Jejak Islam Di Kota Rotterdam, Negeri Kincir Angin Belanda

Ilmu Agama Tanpa Akhlak Mulia Adalah Sia-Sia

Islam Bukan Warisan